Kain Merah Minkar

Kain Merah Minkar

“Setan!? Gue kagak takut. Sini mana setannya? Biar gue gigit! Huahaha…” seru Minkar saat baru masuk kedalam rumah. Minkar langsung menuju ke arah dapur. Karena dia baru saja mendapat pesan menakutkan dari salah satu temannya. Disibaknya korden jendela dapur, tak ada tanda-tanda aneh. Matanya hanya memandang tiang jemuran yang kosong.

“Dasar kampret. Hari ini gue dikirimin pesan kalau ada setan yang ngintip dibalik jendela dapur! Emang gue bocah!” Minkar lalu menepuk-nepuk dadanya. Tunggu loe ye, gue balas entar!

Minkar lalu mencari-cari cerita seram di google. Dia ingin membalas temannya itu. Tak terasa sudah hampir 4 jam searching dan waktu menunjukkan jam 9 malam, tapi sedari tadi Minkar malah sibuk stalking mantan. “Coba dulu loe gak gue kenalin sama Aisyah, mungkin kita masih... Aaah..” bisik Minkar dalam hati. Minkar benar-benar terbawa suasana hingga air matanya menetes.

“Tok.. tok..tookk..” lamunan Minkar buyar karena mendengar suara ketukkan. Dengan langkah centil Minkar menuju pintu rumah. “Loh kok gak ada orang?” Minkar lalu melihat-lihat diluar untuk memastikan. Suasana benar-benar sunyi. Minkar kembali menutup pintu dan dengan cepat kembali kekamar.

“Halo, Emak dimana?” tanya Minkar dari telepon genggamnya.
“Emak kan masih dinas, lusa baru balik ke Jakarta…” jawab suara dari seberang sana. Minkar lalu menutup teleponnya.
“Gak mungkin juga Emak iseng ngerjain. Jangan-jangan si Monyet” Minkar mulai menerka-nerka.
“Nyet, dimana loe?” Minkar kembali menelepon. Kali ini ke adik semata wayangnya.
“Lagi dirumah Ibram, gue nginap disini. Gak betah gue dirumah, setiap Emak gak ada. Loe benar-benar jadi kakak durhaka yang suka nyiksa gue.”
“Kamprettt, pokoknya pulang! Kakak loe ketakutan disini…”
“Huahahaa…”
“tutt..tuttt..tutttt…” sial, hapenya dimatikan.

Belum usai, ketukkan itu kembali terdengar, “tok.. tokkk…”
Minkar lalu sadar, suara itu bukan berasal dari pintu. Tapi dari dapur. Karena berdiam diri tak ada guna. Minkar memberanikan diri menuju dapur.

“tok… tokk… tokkk…” suara itu berasal dari jendela. Minkar mendekat lalu menyibak korden jendela. Tak ada siapa-siapa. Matanya hanya melihat tiang jemuran dengan kain lebar berwarna merah tergantung ditiang melambai-lambai tertiup angin. Minkar kembali menutup jendela.

“Gak ada apa-apa kok! Gue kan pemberani!” ucap Minkar berusaha menenangkan dirinya sendiri. Karena haus, Minkar lalu meminum air es dari dalam kulkas yang terletak disebelah jendela.

Baru beberapa tegukkan, Minkar terdiam, “Eh, kalau gak salah tadi sore kan gak ada jemuran. Lagi pula gue kan gak punya kain merah! Terus apa tadi???” Minkar lalu kembali menyibak korden. Kali ini apa yang dilihatnya sama dengan yang tadi sore. Kain merah itu hilang.

“KAMPRETTTT!” teriak Minkar lalu berlari masuk kedalam kamar lalu telungkup diranjang. Lima menit berdiam diri membuat keberanian Minkar muncul kembali. Namun semua itu sia-sia, dari sudut terjauh matanya, Minkar bisa melihat kain merah itu seolah berdiri disudut kamar.

“Sshh… ssshhhh… ssssshhhhhh….” Minkar mendengar suara nafas yang sangat berat. Suara itu semakin dekat dan dekat. Minkar tidak bisa menutup mata, badannya menjadi kaku tidak bisa bergerak. Kain itu mulai terlihat jelas seiring dengan tangan dingin yang mulai menyentuh tangan Minkar. Tangan itu benar-benar pucat dan kurus serta memiliki urat-urat varises yang berwarna biru. Tangan itu mengenggam kedua lengan Minkar. Dan dari samping muncul makhluk itu dengan wajah penuh jerawat, bola matanya besar berwarna putih pucat, dari hidung dan mata keluar darah berbau amis. Bibirnya robek sampai ke pipi hingga terlihat tulang rahangnya. Rambutnya yang kasar seperti ijuk kini mengenai punggung Minkar. Saat makhluk itu mulai menggerakkan lidahnya yang terjulur panjang, pandangan Minkar menjadi gelap.  Minkar pingsan karena ketakutan yang amat sangat.

***

“Kak… Kak… bangun?!” samar-samar Minkar mendengar suara. Matanya terbuka sedikit karena silau sinar matahari pagi, kepalanya juga masih terasa pening. Dilihat sekelilingnya sudah banyak orang.

“Kakak kok tidur disini?” tanya sang adik heran.

Minkar hanya terdiam tidak menjawab pertanyaan adiknya. Minkar hanya  melihat bahwa dia terbangun di area belakang rumahnya. “Kok loe bawa orang-orang sih? Kakak kan risih dilihat banyak orang begini?” Minkar agak sedikit sewot sama adiknya.

“Apaan sih Kak? Orang gue sendirian kok disini!” jawab sang adik sambil geleng-geleng kepala…

Mendengar jawaban adiknya, Minkar lalu kembali pingsan.

-TAMAT-

This entry was posted on Senin, Agustus 17 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

One Response to “Kain Merah Minkar”

  1. Wah, serem juga ya. Aku gak mau kalau bisa lihat hantu, hahaha :'D

    BalasHapus

Hai, senang melihat komen dari kalian.. :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...