“Kalian yang duduk dibelakang sana, tiga orang yang saya
tunjuk untuk segera keluar dari kelas!”
Aku duduk diam membisu, pucat. Kulirik ketiga temanku yang
senasib denganku juga terdiam.
“Kalian bertiga, segera keluar! Kalau tidak, biar saya yang
keluar!”
“Oh Tuhan! Kenapa ini? Kenapa ini?” aku bertanya dalam
hatiku yang dag-dig-dug.
“Dim, ayo kita keluar!” Yadi memanggil diriku yang sempat
terdiam.
“Ayo Dim. Kita keluar!” Tony juga ikut serta mengajak diriku.
Tak ada jalan lain, saat ini seluruh isi kelas mempusatkan
perhatian kepada aku, Yadi dan Tony. Kami adalah tersangka yang harus segera
keluar agar kedamaian kelas ini bisa terjaga dan berkelanjut.
Aku mengambil bukuku diatas meja, membereskan peralatan
tulis lalu menaruhnya didalam tas andalanku untuk segera pergi meninggalkan
kelas. Sesaat sebelum meninggalkan pintu kelas aku melihat wajah muka Bapak
Anton guru biologiku yang masih memasang wajah murka penuh kemarahan.
Kami bertiga, tidak segera pulang. Kami memilih untuk duduk
dikantin menunggu jam pelajaran selesai. Mata kami saling menatap lesu. Kami menyadari
kesalahan yang kami perbuat sebelumnya. Aku terlalu sibuk dengan membaca komik
disaat Pak Anton menjelaskan, Yadi sibuk ber-twitter-ria digadgetnya, Tony
sibuk melamun dan sesekali memecahkan jerawatnya dihadapan kaca yang lebarnya
tidak lebih dari kartu pelajar. Kami benar-benar dalam dunia sendiri, tanpa
memperhatikan guru yang sibuk menerangkan. Aaahh, sudahlah, ini sudah
terlambat. Saat ini kami hanya berpikir untuk bisa meminta maaf secara langsung
kepada beliau.
###
“Pak, maafin kami!” Aku, Yadi dan Tony berbicara secara
serentak dengan bahasa yang lemah lembut khas orang bersalah.
Pak Anton masih berdiam diri duduk dimeja kantornya.
“Kami benar-benar salah, dan kami mohon maaf. Kami berjanji
tidak akan mengulanginya.” Aku berucap sambil diiyakan kedua temanku.
“Baiklah, Bapak maafkan kalau kalian bisa mengerjakan tugas
berikut ini. Kumpulkan segera sebelum bel jam pulang berbunyi. Oke!”
“Oke Pak!” Aku mengangkat ibu jari tanganku mengekspresikan
kesanggupan.
Karena diburu oleh waktu, aku, Yadi dan Tony begitu kompak
bahu membahu. Hingga akhirnya tugas itu selesai cepat diluar target kami.
Selepas kami menyerahkannya ke Pak Anton. Kami merayakan
dikantin sekolah. Keceriaan kami tumbuh kembali. Ternyata semua itu bisa
berputar dengan cepat jika kita bersungguh-sungguh. Semenjak saat itu, aku,
Yadi dan Tony menjadi tiga orang sahabat yang erat dan kompak. Life is colorfull.