Aku punya
seorang teman, satu rekan kerja disebuah institusi namun beda departemen dan
profesi. Ketika suasana mood turun drastis dan mendekati titik jenuh yang
membosankan, aku selalu menemui dia. Pribadinya yang menyenangkan dan suka
bernyanyi menjadikan semua keadaan bisa kembali normal kembali. Canda tawa
riuh, serta obrolan ringan khas "pria" menjadi hiburan yang
menghibur. Dan mungkin bisa mengalahkan hiburan mahal di mall-mall kota-kota
besar, itu menurutku.
"Mo,
malam ini ada yang kamu ingin ceritakan gak?" Tanyaku disela-sela acara
nonton tv bareng dikamar.
"Hmm..
Apa ya? Tanyanya, sambil memegang hape blackberry kesayangannya.
"Yaa,
terserah kamu, apa kek. Pokoknya yang bikin kamu kalo cerita itu enak."
Pintaku sambil melihat dirinya yang kini mulai serius memandang sebuah sudut
kamar. Sekilas pandangannya seolah-olah menerawang pada suatu ingatan yang
mungkin telah lama tersembunyi dalam memori otaknya.
"Baiklah,
aku akan coba cerita pengalaman pertamaku jatuh cinta pada seorang cewek."
"Haa?!
Serius lo! Tapi bolehlah.. Hii..hiihi.." Tawa kecilku sedikit menghiasi
obrolan itu.
"Mas, aku
dulu suka banget sama cewek waktu kelas 6 SD. Ntah, darimana aku bisa suka.
Dulu dalam ingatanku, kalau aku dekat dengannya ada semacam perasaan
senang."
"Aneh
juga kamu tuh."
"Hemm..
Gak tau, aneh aja.. Huaahahaa.."
"Nahh,
begini nih. Mau diterusin gak?"
"Mau lah
Mo!"
"Mungkin,
aku suka sama dia karena dia pintar matematika. Jika dia maju depan kelas untuk
menjawab soal-soal dipapan tulis. Hatiku riang sekali, dan anehnya semangat
belajarku timbul menggebu-gebu."
"Waau.."
"Kok
wauu?"
"Iyaa,
gak nyangka aja. Oh iya, trus gimana?"
"Gimana
apa nya?"
"Terus
sekarang gimana kabarnya? Kamu masih tau dia gak?"
"Namanya
anak SD, rasa suka itu hanya berbuntut pada sebuah kesenangan. Kalau
diibaratkan hanya permainan. Tapi sebenarnya aku tidak menganggap itu
permainan."
"Terus.."
"Iya,
setelah SD kami berpisah. Semenjak itu aku tidak tahu lagi kabar darinya."
"Haiss,
gak seru kalo begitu!"
"Kamu ini
Mas, katanya kamu mau dengar ceritaku. Sudahnya aku cerita, kamunya malah
begitu."
"Hahaahaha,
gak kok. Bagus lah"
"Iya Mas,
tau gak?"
"Gak!"
"Hadoeeh...
Aku pernah berusaha mencari namanya melalui facebook. Tapi rasanya sulit
sekali. Banyak betul nama yang menyamai namanya. Sedang aku tidak cukup
spesifik untuk mempersempit ruang pencarian."
"Oohh.."
"Iya,
tapi ada hikmah dibalik semuanya ini. Dari cewek itu, aku sudah bisa menilai
mana yang bisa membuat aku bahagia atau tidak."
"Naah,
mungkin gara-gara itu kamu masih jomblo. Kamu mungkin banyak memilih."
"Ahh, gak
kok.. Kebetulan aja kali Mas aku jomblo. Aku hanya belum ketemu wanita yang pas
buat aku."
"Ok,
sudahlah. Semoga engkau menemukan apa yang engkau yakini Mo. Aku harap diluar
sana ada wanita yang memang bisa memenuhi apa yang kamu harapkan."
"Iya Mas,
semoga. Lagipula, aku sudah lelah untuk menjomblo ini. Rasanya, sudah saatnya
aku keluar dari sebutan fakir cinta ini."
Selepas itu,
aku dan Bimo teralihkan oleh tayangan televisi yang menarik. Hingga tak berapa
lama, aku pamit untuk pulang dari rumahnya.
Ketika sampai
dirumah, ingatan dikepala ini selalu teringat akan setiap obrolan yang tadi
terjadi antara aku dan Bimo. Tampaknya inti
dari semua itu adalah hal keikhlasan untuk menerima pasangan kita selanjutnya.
Jika kita memang mencari seseorang yang sempurna, kita selalu kesulitan untuk
benar-benar dapat menemukannya. Walaupun itu tidak mustahil.
Tapi
menurutku, kehidupan itu menjadi sempurna karena selalu saling melengkapi.
Seperti malam yang berganti siang, hujan yang mereda dan digantikan oleh
pelangi yang indah. Seperti itu jugalah yang dinamakan sebuah pasangan.
Pasangan yang baik adalah yang melengkapi kelemahan pasangan yang lain. Ya,
kita harus benar-benar bisa menjadi orang yang berguna bagi pasangan kita.
Dengan melengkapi kekurangannya, aku rasa kita telah benar-benar menjadi
pasangan yang sempurna.