Natural

"Praak!!" bunyi hp yang ku banting pecah tak karuan. Aku tak perduli lagi tentang betapa mahalnya harga hp ini. Sungguh sudah gak kuperdulikan lagi. 'Sungguh!'
"Hei! apa itu?!" teriak Nisa dari kejauhan.
"Emang kenapa?!" aku membalas teriak.
"Itu! Kenapa hpmu kamu banting?!" Nisa bergegas menghampiriku.
"Aku gak mau tau!" jawabku dengan gusar sambil menahan emosi yang hendak keluar bagai jerawat pecah.
Pandanganku jauh kedepan, meskipun Nisa kini telah ada disampingku, lebih tepatnya didekatku. Tapi tetap saja ku acuhkan.

"Jangan jadi pecundang yang marah tak jelas seperti itu!" Nisa berusaha menenangkanku.
"Nis, Aku sudah tak tahan lagi! Lebih baik aku banting saja benda ini daripada aku berbuat yang lebih kacau lagi. Emosiku hampir tak bisa kubendung lagi."
"Sabar Ndra, kamu itu kuat, seperti yang aku tahu selama ini."
"Apa yang kamu tahu tentang aku, Nis?!"
"Yang aku tahu, kamu adalah seorang laki-laki yang periang dan kuat!"
".......... " aku terdiam.
"Tenang Ndra, jangan lagi kau lakukan ini."
"Baiklah Nis."
"Ceritakan dulu apa masalahmu?"
"Engkau tahu Dhana kan Nis?"
"Tahu, kenapa dia?"
"Ririn ~ pacarku, mereka mengkhianatiku! Ingin rasanya kubunuh mereka!"
"Mengkhianati bagaimana?"
"Mereka pacaran! Dhana merebut dia dari aku. Secara diam-diam!"
"Terus?"
"Iya, mereka sangat pandai menyembunyikan semuanya. Aku tak sadar apa yang telah terjadi selama ini. Benar-benar tertipu aku! Dan parahnya lagi mereka akan menikah tidak lama lagi."
"Menikah?"
"Iya, seperti itu.."
"Ndra, jika memang begitu lepaskanlah mereka?"
"Apa maksudmu?!"
"Tampaknya Ririn memiliki cinta yang kuat dengan Dhana daripada ke kamu. Bukankah itu lebih baik?"
Aku terdiam, tatapan mataku kini menatap lebih dalam ke arah wajah Nisa. Aku berusaha mengambil maksud dari setiap perkataannya.
"Lepaskanlah dia Ndra. Dengan begitu, perasaanmu bakal lebih tenang. Menjalani hidup tanpa beban luka lebih enak."
Aku masih terdiam.
"Ingat! Anggap ini sebagai bagian jalan hidupmu. Tuhan pasti sudah punya rencana. Biarlah waktu yang akan menghapus itu semua. mengobatimu."
Tak ada yang bisa aku lakukan kini. Semua perkataan Nisa membuatku bisa sedikit berpikir dengan akal sehat. Emosiku yang sempat meletup-letup, kini telah berangsur padam. Tapi hati ini tak bisa dibohongi. Aku masih tergoncang



***

Waktu adalah pengobat hati yang tak terkira. Pendewasaan diri akibat masalah yang aku hadapi mengubah cara berpikirku akan sebuah hubungan. Kini, diacara pernikahan Ririn dan Dhana aku hadir sebagai teman. Dulu wanita itu mengisi hatiku. Dan sekarang, dia memilih sahabatku untuk jadi pendamping hidupnya.

Aku ditemani Nisa menyalamin mereka, memberikan selamat dan doa restu. Dhana mengucapkan permintaan maafnya, walau aku tahu itu sangat berat baginya dan bagiku untuk menerimanya. Aku menjawab dengan memberinya sebuah senyuman. Senyuman yang ikhlas. Senyuman terbaik yang pernah aku miliki. Aku berusaha ikhlas. Biarlah mereka menjadi pasangan yang bahagia.

Luar biasa efek dari dari sebuah senyuman. Senyuman itu memberi arti bahwa beban luka yang dulu ada seolah menguap. Benar kata Nisa, memaafkan itu membuat aku tenang dan damai. Pikiranku pun ringan. Seringan itu pula aku melangkah keluar. Keluar dari acara pernikahan sahabatku ini.

Tak berapa lama kemudian, aku duduk didalam mobil dan Nisa berada disebelahku. Menemaniku disebelah kursi kemudi. Tanpa aku sadar, dia selalu ada disaat-saat aku butuhkan. 'Apakah Tuhan memberikan aku sebuah jawaban atas doa-doaku selama ini?' bathinku bergetar hebat. Bukan kali ini saja Nisa membuat aku tenang dan bahagia. Tapi perasaan itu, perasaan lebih dari sekedar sahabat menyeruak dalam kalbuku
"Nis, aku ingin tanya. Apa yang kau ketahui tentang aku lagi?"
"Emang kenapa Ndra?"
"Aku ingin tahu Nis?"
"Menurutku, kamu itu lelaki lemah dan kuat?"
"Lemah dan kuat? Apa maksudmu?"
"Engkau terlalu baik, hingga mungkin orang sering menganggap kamu bisa dimanfaatkan. Tapi disatu sisi kamu juga kuat. Kuat dalam melewati semua masalah yang kamu hadapi. Aku kagum itu." Ucap Nisa sambil menatap kedepan. Matanya tak berani menatapku.
Aku hanya bisa tertegun dan diam. Dalam pikiranku, aku berusaha mencerna arti dari tiap perkataan Nisa.
Hingga tak beberapa lama, ucapan ini keluar dari mulutku. "Nis, aku rasa kamu adalah wanita yang selama ini aku cari. Aku merasa ada perasaan tertentu bila bersamamu. Aku rasa, dirimu melengkapi aku Nis."
Kali ini Nisa terdiam, hingga tak lama kemudian dia berkata: "Apa maksudmu Ndra?"
Aku memejamkan mata. Mengambil nafas, lalu menatapnya dan berkata: "Maukah engkau jadi wanita dalam hidupku. Jadi kekasihku."
"Ndra, apa kamu yakin!"
"Iya Nis, aku yakin. Aku yakin."
Nisa terdiam untuk kesekian kalinya. Aku pun terdiam, tapi mataku tetap menatap wajahnya. Wajahnya yang kini tersenyum manis. Semakin aku jatuh cinta kepadanya.
"Ndra, aku mau.."
Singkat. Tapi kata itu membuat diriku terbang keawan-awan. Jauh terbang dan seolah-olah meninggalkan ragaku disebelah yang duduk disebelah Nisa.
"Nis, ...." aku tak ingin berkata lagi. Biarlah kini kugenggam erat tangannya. Menikmati suasana ini untuk lebih dalam lagi. Tuhan, aku bahagia.

Mobil yang kukendarai kini kukemudikan berjalan keluar dari tempat acara menuju jalan besar. Kukemudikan dengan santai. Tanganku masih memegang erat tangannya. Hangat yang kurasa. Kunyalakan radio mobil, dan dari sana terdengar lagu cinta yang mengalun merdu. Menggetarkan hati kami. Sebuah lagu cinta yang berlirik syahdu. Membimbing hati kami bertemu dalam kedekatan.
  
Aku hidup di dunia
Ingin tenang baik-baik saja
Bersamamu aku bisa melewati itu...
Bukan aku yang mencarimu,
Bukan kamu yang mencari aku.
Cinta yang mempertemukan,
Dua hati yang berbeda ini...


This entry was posted on Selasa, Agustus 28 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply

Hai, senang melihat komen dari kalian.. :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...